[1]. Hari Perempuan Sedunia |
8 Maret 2018 diperingati sebagai
Hari Perempuan Sedunia, dengan latar belakang sejarah yang begitu panjang. Pada
tanggal 8 Maret 1857 buruh perempuan dari pabrik tekstil melakukan perlawanan di New York menuntut penghapusan penindasan dan eksploitasi terhadap buruh perempuan. Dalam demo tersebut
berujung pembubaran paksa oleh polisi dengan kekerasan dan tindakan represif
aparat. Walaupun ada beberapa pihak yang menyangsikan kejadian tersebut, namun
seiring berjalannya waktu terjadi peristiwa-peristiwa penting yang dilakukan
oleh kaum perempuan yang menguatkan dunia untuk menetapkan tanggal 8 Maret
sebagai Hari Perempuan Sedunia.
Partai Sayap Kiri tidak terlepas
dari upaya-upaya menetapkan 8 Maret sebagai Hari Perempuan Sedunia. Hal
tersebut dapat dimaklumi jika kita melihat sejarah-sejarah yang terjadi
sebelumnya. Perjuangan perempuan dalam memperoleh hak dan tidak selalu menjadi
objek eksploitasi terkenal memang mendapat dukungan dari partai-partai sayap
kiri. Memang, dalam prakteknya perempuan diperbolehkan untuk bekerja, namun
pada waktu itu perempuan mendapatkan perlakuan yang ekspolitatif. Hal inilah
yang mendorong para perempuan untuk melakukan perlawanan untuk menghapuskan
penindasan terutama penindasan terhadap perempuan. Dunia pada kemudian hari
mengakui peran perempuan dan berusaha untuk menciptakan kesetaraan hak terhadap
perempuan.
Perjuangan Perempuan tak selalu
dilihat dari sejarah pergerakan buruh, banyak pula perjuangan perempuan dalam
aspek lain. Di Indonesia contohnya, R.A. Kartini, seorang perempuan bangsawan
melakukan kritik terhadap Pemerintah Kolonial Belanda kala itu yang tidak
memberikan kesempatan kepada perempuan untuk mengenyam pendidikan. Adapula
perjuangan perempuan barat yang menolak kekerasan seksual dan industri
pornografi pada tahun 1960-an. Perempuan kerap menjadi objek penindasan baik
secara psikologis dan seksual, sehingga pada tahun-tahun tersebut muncul
gerakan perlawanan.
Feminisme
Feminisme dalam arti filsafat
adalah konsep berpikir yang memandang bahwa perempuan memiliki kesetaraan hak
dan kewajiban. Lebih dalam lagi, feminisme melihat Patriarki dalam masyarakat
melahirkan ketidakadilan terhadap perempuan, oleh karena itu Feminisme
melakukan kritik dan pembaharuan terhadap konsep-konsep patriarki masyarakat.
Feminisme menjadi penting jika menjadi kritik atas cara pandang masyarakat tradisional yang
menempatkan laki-laki diatas segalanya. Bahkan pula cara pandang masyarakat
primitif yang mengidentikan Tuhan dengan laki-laki, hal inilah yang seakan-akan
melegitimasi laki-laki untuk melakukan penindasan terhadap perempuan. Dalam
menghadapi cara pandang pandang masyarakat primitif inilah feminisme menjadi
penting. Selebihnya feminisme menjadi cara berpikir yang relevan untuk
melahirkan kritik terhadap penindasan gender dalam kehidupan masyarakat.
[2]. Feminisme |
Feminisme melahirkan kritik baik
dalam segi ekonomi, politik, sosial, gender, dan lainnya. Dalam segi ekonomi,
bahkan sampai sekarang pun masih terjadi ketidakadilan terhadap perempuan. Perempuan
mengalami dikriminasi ekonomi terkait pengupahan dan fasilitas ekonomi lainnya.
Di bidang politik lebih kejam lagi, konsep patriarki yang berlebihan
menempatkan perempuan untuk tidak mendapatkan hak-hak politik. Diskriminasi
terhadap perempuan di bidang politik menempatkan perempuan menjadi makhluk
pasif dan tidak boleh melakukan peran apapun. Di bidang sosial, perempuan kerap
menjadi warga masyarakat kelas dua. Hak-hak perempuan hanya diberikan di dapur
dan ranjang, inilah yang masih menjadi permasalahan besar bahkan dilapisan
masyarakat paling bawah. Kurangnya edukasi dan kondisi sosial yang konservatif
ekstrim memperburuk kodisi ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Feminisme
menjadi cara berpikir yang sangat penting untuk menghadapi kondisi seperti ini.
Emansipasi Perempuan
Berlanjut dari feminisme, emansipasi
adalah usaha untuk mendapatkan hak-hak dan kesetaraan derajat. Bisa dipahami
bahwa emansipasi perempuan adalah usaha pelaksanaan feminisme. Emansipasi
Perempuan melahirkan perjuangan-perjuangan perempuan untuk melepaskan diri dari
ketidakadilan dan menutut ‘pembebasan’. Kondisi diskriminasi dan eksploitasi
terhadap perempuan melahirkan perlawanan demi perlawanan yang menuntut untuk
diakui kesetaraan hak dan kewajibannya. Hal inilah yang diwujudkan dalam
sejarah-sejarah perjuangan perempuan.
Dalam prakteknya, perjuangan
perempuan ada yang berskala besar hingga mengerahkan kekuatan massa, ada juga
yang berskala kecil dalam bentuk keseharian. Dua hal tersebut tidak ada yang
lebih baik maupun yang lebih buruk, semuanya memiliki porsi dan konteksnya
tersendiri. Yang jelas, gerakan-gerakan perubahan tersebut memperlihatkan bahwa
peran perempuan sangatlah penting. Masyarakat tidak sepantasnya lagi
menempatkan perempuan sebagai masyarakat kelas dua.
Masalah-Masalah
Kerap kali kita mendengarkan statemen
bahwa laki-laki calon suami yang hebat adalah yang berduit sehingga perempuan
yang hebat adalah perempuan yang mampu mendapatkan laki-laki yang berduit
tersebut. Ini adalah pemahaman yang primitif, hal ini disebabkan karena
pemahaman yang keliru tentang definisi perempuan dan feminisme. Kondisi
masyarakat yang terjajah oleh materialisme pragmatis membuahkan cara pandang
yang sering salah terhadap nilai-nilai terhadap perempuan. Cara pandang seperti
ini harus mulai diubah bahkan perlu ditinggalkan. Budaya tersebut lahir dari
kondisi patriarki yang menempatkan perempuan sebagai benda yang memiliki nilai
tawar.
[4]. Pameran Pakaian Korban Pemerkosaan, Brussel, Belgia |
Masalah-masalah kekerasan seksual
juga masih menjadi ironi di zaman ini. Industri pornografi masih eksis
menempatkan perempuan sebagai objek pelampiasan bahkan kekerasan. Konten pornografi
yang komersil dan ditujukan kepada masyarakat umum menjadi sangat berbahaya
terhadap perempuan. Terlebih kondisi masyarakat yang minim pengetahuan dan
pemahaman terhadap perempuan dapat menjadi predator yang berbahaya bagi
perempuan. Hal tersebut mendorong masyarakat khususnya laki-laki untuk
melakukan tindakan kriminal terhadap seksualitas perempuan. Seringkali
ditemukan kasus-kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual yang dialami oleh
perempuan, tanpa memandang usia dan strata sosial. Patriarki ekstrim juga
memperburuk masalah ini. Perempuan sering disalahkan menjadi pengundang syahwat
laki-laki melakukan tindakan kriminal. Pendapat bahwa perempuan jangan
menggunakan pakaian seksi dikarenakan memancing laki-laki untuk melakukan pemerkosaan
tidak selamanya benar dan menjadi pembenaran. Di salah satu pameran di Brussel,
Belgia, menampilkan pakaian-pakaian korban pemerkosaan dan buktinya tidak hanya
pakaian seksi, bahkan dengan seragam polisi pun wanita tetap menjadi korban
pemerkosaan dan pelecehan seksual. Jika memahami apa yang ditampilkan dalam
pameran tersebut, kita dapat menyipulkan dengan akal sehat bahwa perempuan
kerap menjadi objek kekerasan dan sama sekali tidak menjadi sebab kekerasan
tersebut. Kondisi patriarki masyarakatlah yang mencari pembenaran terhadap
kriminalitas tersebut, perempuan yang disalahkan. Lagi-lagi, cara berpikir
masyarakat yang primitif seperti ini masih saja dapat dengan mudah kita temukan.
Kekerasan terhadap seksual terhadap perempuan tidak bergantung pada seberapa
tertutup perempuan, namun bergantung seberapa tingkat kemesuman dan kebiadaban
si pelaku.
[3]. Marsinah |
Kekerasan kemanusiaan terhadap
perempuan juga menjadi rapor merah bagi negara dan pemerintahan. Di Indonesia,
pernah terjadi kekerasan terhadap seorang buruh pabrik yang bernama Marsinah.
Marsinah adalah seorang buruh progresif yang melakukan gerakan penuntutan
terhadap perusahaan dimana ia bekerja. Selang beberapa hari Marsinah ditemukan
tak bernyawa dengan kondisi mayatnya yang mengenaskan. Keterlibatan aparat
dalam kematian Marsinah menjadi rapor merah bagi Negara dalam hal melindungi
kaum perempuan. Sampai sekarang seiring dengan tidak transparannya negara atas
marsinah, semakin banyak kasus-kasus kekerasan terhadap pekerja perempuan
terutama sekali terhadap buruh migran perempuan. Kasus kekerasan terhadap buruh
migran perempuan seperti tidak ada habisnya, diharapkan negara dapat hadir dan
menyelesaiakan persoalan tersebut.
Tingkat pernikahan usia dini dan
kematian ibu bersalin juga belum ditanggapi secara menyeluruh baik dari
pemerintah, masyarakat, dan perempuan itu sendiri. Kurangnya pendidikan dan
perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak menjadi akar masalahnya. Kondisi
masyarkat yang tradisional sering menganggap tabu pendidikan seksual khususnya
terhadap perempuan. Masyarakat menganggap pendidikan seksual terhadap perempun
adalah hal yang memalukan dan tidak layak. Hal ini lagi-lagi disebabkan oleh
Patriarki Eksrim dalam masyarakat, perempuan dikesampingkan.
-
Sudah waktunya kita merubah
pemahaman lama yang menempatkan perempuan sebagai masyarakat kelas dua. Dalam
momen Hari Perempuan Sedunia ini kita diingatkan untuk melakukan perubahan cara
berpikir dan cara menyikapi perempuan dari budaya-budaya patriarki primitif
yang masih saja kita temukan dalam segala aspek kehidupan sosial masyarakat
kita. Negara, pihak yang paling bertanggungjawab terhadap kehidupan masyarakat
khususnya perempuan harus hadir menyelesaiakan setiap masalahnya,, didukung
oleh masyarakat yang juga diharuskan turut merubah cara pandangnya terhadap
perempuan dari semula yang dianggap remeh dan dikesampingkan menjadi makhluk
yang memiliki kesetaraan hak dan segala bentuk penerapan perlakuannya.
Selamat Hari Perempuan Sedunia!
Sumber gambar :
[1]. https://awsimages.detik.net.id/visual/2018/03/06/fe35d96c-6cde-4a47-9e0e-ffffcad362b2_169.jpeg?w=650
Big Thanks To Readers!
Vrandes - Langit Tjerah