Langit Tjerah menerima donasi buku bekas, buku baru, maupun alat pendidikan yang lainnya untuk kami salurkan kepada Komunitas Pendidikan maupun Taman Baca yang membutuhkan, silahkan hubungi contact person. Terima Kasih.

Saturday, July 29, 2017

Pendidikan, Tahap Manusia Dalam Pembebasan

[1]. Pendidikan
“Nak, Sekolahlah kau ikuti gurumu, belajarlah untuk memperoleh hidup yang lebih layak daripada orang tuamu.”, ujar seorang ayah kepada anaknya yang masih belajar menghafal nama-nama hewan dalam bahasa Inggris. Tak terkecuali kita juga pasti sering mendengarkan ceramah yang membosankan tersebut dari mulut orang tua kita yang penuh kasih sayang. Pendidikan, mengapa dalam tulisan ini disebutkan sebagai tahap manusia dalam mencari kebebasan. Karena kita memahami pendidikan sebagai upaya pembebasan, dari kondisi awal kehidupan kita. Tulisan ini sebagai kritik terhadap pemahaman orang awam terhadap pendidikan, yang mana pada hakikatnya pendidikan sebagai upaya pembebasan daripada ketertindasan namun tak jarang pada prakteknya memang membebaskan dari ketertindasan tapi justru menciptakan penindasan baru. Padahal menurut pandangan pribadi penulis, Pendidikan adalah sebuah upaya memahami dirinya sendiri dan seluruh bentuk kehidupan yang menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam memahami dirinya sendiri, tersirat makna pembebasan. Bahwa sejatinya setiap sisi kehidupan duniawi seorang manusia adalah sebuah penjara, yang mana manusia tersebut dapat lepas dari penjaranya jika berhasil memahami dirinya sendiri, penjaranya, dan upaya keluar dari penjaranya, sehingga mampu melepaskan diri dari kungkungannya. Dalam hal ini, pendidikan menjadi peran penting sebagai upaya memahami dan kemudian melepaskan diri seorang manusia tersebut.

Nilai pendidikan tersebut kemudian disubtitusikan ke sebuah sarana, sehingga memunculkan berbagai sarana untuk memperoleh pendidikan berupa sekolah, madrasah, kursus, dan lainnya. Tujuannya adalah sebagai sarana yang membantu mengembangkan kemampuan seorang manusia untuk memahami dirinya dan seluruh kehidupan, sehingga manusia tersebut dapat terbebas. Namun, seiring perkembangan kasus justru nilai pendidikan sebagai pembebasan dari ketertindasan justru memunculkan penindasan gaya baru. Memang, pendidikan yang diadakan dalam sarana-sarana itu membebaskan manusia dari penindasan, tapi justru sering sekali menjadikan manusia yang telah bebas dari penindasan tersebut malah menjadi penindas yang baru. Katakanlah seorang petugas cleaning service yang ditindas oleh mandornya, masuk ke universitas dan mengikuti segala apa yang disajikan dalam kelasnya. Ternyata, mandornya dulu juga belajar di universitas tersebut, dengan gaya pendidikan yang sama. Setelah petugas cleaning service itu lulus dan menjadi mandor, dia menjadi penindas seperti halnya mandornya dulu. Kita memahami pola konsep kejiwaan Penindas-Tertindas, yang mana dalam praktek kesehariannya proses penindasan itu berpola ‘balas-membalas’ antara Penindas dan yang Tertindas. Ketika Si Penindas lengah, akan ditindas oleh orang yang ditindasnya dulu begitu juga sebaliknya nanti. Konsep Penindas-Tertindas tersebut pernah dibahas secara detail oleh Paulo Freire, seorang tokoh pendidikan dari Brazil. Contoh kasus tersebut mungkin memang mengada-ada, namun secara kontekstual dapat menggambarkan bagaimana peran pendidikan yang menciptakan penindasan ‘gaya baru’. Padahal idealnya, pendidikan justru membebaskan manusia dari konsep Penindas-Tertindas tersebut, bukan hanya sekedar membalikkan keadaan. Kondisi ini yang menjadi latar belakang seorang ayah memberikan nasehat kepada anaknya seperti ilustrasi di awal. Bahwa seorang ayah tersebut korban penindasan kehidupan, sehingga kepada anaknya dia memberikan nasehat supaya tak seperti kehidupan orang tuanya. Permasalahannya adalah ketika suatu saat nanti anaknya terbebas dari ketertindasan, dia akan benar-benar terbebas dari konsep Penindas-Tertindas atau justru hanya berhasil mengubah keadaan?. Disitulah peranan pendidikan, jika pendidikan yang diberikan adalah konsep pendidikan yang dapat membebaskannya dari konsep Penindas-Tertindas maka bebaslah dia, tapi jika konsep pendidikan yang diberikan adalah konsep pendidikan pemutar keadaan, jadilah dia mesin penindas yang baru bagi kehidupan diluarnya.

[2]. Paulo Freire
Dalam hal ini, sekolah menjadi penanggung jawab atas konsep pendidikan tersebut. Apakah sekolah akan menjadi sarana alat pembebas, atau sarana alat pencetak. Freire menjelaskan perbedaan antara pendidikan ‘gaya bank’ dan pendidikan ‘hadap-masalah’ dalam buku Pedagogy of Oppressed. Pendidikan gaya bank yang dimaksud adalah pendidikan yang menempatkan guru sebagai pengkhotbah, pendongeng, dan pencerita. “Ciri yang sangat menonjol dari pendidikan bercerita ini, karena itu, adalah kemerduan kata-kata, bukan kekuatan pengubahnya. “Empat kali empat sama dengan enam belas, ibu kota Para adalah Belem”. Murid-murid mencatat, menghafal dan mengulangi ungkapan-ungkapan tersebut tanpa memahami apa arti sesungguhnya dari empat kali empat, atau tanpa menyadari makna sesungguhnya dari kata “ibu kota” dalam ungkapan “ibu kota Para adalah Belem”, yakni, apa arti Belem bagi Para dan apa arti Para bagi Brasil.”[1]. Berbeda dengan konsep pendidikan Hadap-Masalah yang menekankan dialog antara guru dan murid. Dalam konsep pendidikan Hadap-Masalah posisi guru bukan semata-mata menjadi pengajar dan murid sebagai yang diajar. Guru dan murid sama-sama berproses dalam pendidikan, guru dan murid sama-sama menjadi subjek dan sama-sama menjadi objek. Guru dan murid bersama-sama membahas persoalan dunia, pengetahuan, situasi, dan masalah dengan refleksi, dialog, dan observasi. Tujuannya adalah membawa perubahan, untuk menjadi pembebas dari segala bentuk ketertindasan. Tentu sangat nampak perbedaan pendidikan gaya bank dan pendidikan hadap-masalah tersebut. Pendidikan gaya bank hanya menciptakan budaya kepatuhan terhadap sistem penindasan yang tak berdasar. “Kemampuan pendidikan gaya bank untuk mengurangi atau menghapuskan daya kreasi para murid, serta menumbuhkan sikap mudah percaya, menguntungkan kepentingan kaum penindas yang tidak berkepentingan dengan dunia yang terkuak atau yang berubah.”[2].

[3]. Pendidikan Hadap-Masalah
Dengan mengetahui perbedaan konsep pendidikan gaya bank dan konsep pendidikan hadap-masalah, kita dapat mengetahui pula akar masalah pendidikan di Indonesia yang setiap tahunnya tidak terlihat perubahan ke arah yang lebih baik secara signifikan. Kita hanya dihadapkan pada pendidikan yang berisi pembodohan, yang menciptakan kesuksesan semu yang dibaliknya bermakna penindasan. Sehingga kita dapat melihat bahwa naifnya pendidikan di Indonesia kental sekali dengan konsep pendidikan gaya bank yang dimaksud. Sejak dari SD kita dikenalkan dengan ìlmu bahasa namun tak pernah mengerti apa itu bahasa dan apa fungsinya bahasa dalam kehidupan. Ditambah lagi sistem pendidikan Indonesia yang sangat menekankan muridnya untuk berorientasi pada nilai angka kriteria keberhasilan. Dengan sistem tersebut maka tidak heran jika murid yang tak mampu mengejar nilai angka akan menjadikan contek-mencontek sebagai solusinya. Jangan salahkan murid jika contek-mencontek menjadi ‘pelengkap’dalam kegiatan pendidikan di sekolah walau tak bisa dibenarkan juga, sebab kenyataannya ada yang salah dengan sistem pendidikan kita. Ditunjang dengan adanya guru yang anti-kritik, yang menganggap kritik sebagai bentuk pembangkangan seorang murid. Kritik adalah refleksi bagi guru sebagai pelayan, sehingga kritik harus dijadikan pembelajaran bagi guru. Ironisnya, kebanyakan guru di Indonesia masih anti terhadap kritik sehingga guru tersebut hanya menjadi pengajar, tak mau belajar. Kita menyadari bahwa budaya pendidikan kita yang bobrok telah ditularkan dari jaman antah-berantah hingga masa kini. Seorang calon guru, dididik di Universitas tempat ia belajar dengan konsep pendidikan gaya bank. Nanti, setelah ia lulus dan menjadi guru, ia lanjutkan pendidikan gaya bank yang telah diterimanya sewaktu di Universitasnya. Walhasil, murid-murid yang diampunya ikut mengikuti sistem pembodohan tersebut. Apalagi, jika kita dihadapkan juga bahwa orientasi pendidikan kita hanya menciptakan lulusan yang mengejar kemapanan, tak heran menjadi Pegawai Negeri, Tentara, Polisi, Guru, karyawan dan lainnya hanya untuk sekedar mengejar karir. Dunia Universitas dipenuhi dengan kepala-kepala orang yang bermuatan pandangan hidup nyaman dan penuh puja-puji berhala masa depan.

Inilah realita yang kita hadapi dalam sistem pendidikan di Indonesia, pendidikan yang tak mampu membebaskan manusia dari konsep Penindas-Tertindas, namun hanya mampu membalikan keadaan ketertindasan. Sehingga nasehat seorang ayah kepada anaknya tentang pendidikan selalu bernada membosankan, isinya melulu tentang hidup yang lebih enak, hidup yang lebih nyaman, bahkan lebih ekstrim lagi hidup yang berfinansial melimpah. Sekolah dijadikan modal untuk pemulus karir dan sebagai ritus pemujaan berhala masa depan. Sehingga, tidak jarang ditemukan kasus tentang stigma “Kalau tak sekolah, masa depanmu suram, kau tak berilmu.” Tapi apakah demikian? Bagi orang yang betul-betul memahami tentang makna pendidikan, mereka menyadari bahwa pendidikan tak pernah membutuhkan sekolah, sekolahlah yang membutuhkan pendidikan. Apalagi perguruan tinggi, budaya pembodohan juga telah lama menjangkiti perguruan tinggi. “Perguruan tinggi adalah hal konyol. Perguruan tinggi itu seperti rumah-rumah lawas, kecuali fakta bahwa lebih banyak orang yang mati di perguruan tinggi daripada di rumah-rumah tua mereka, maka benar-benar tidak ada bedanya.”[3].

Dengan sistem pendidikan yang masih belum berubah ini, hal yang kita khawatirkan sudah benar-benar terjadi. Yaitu, sekolah rawan bisnis komersial, pendidikan ditentukan dengan jalur mana ia masuk sehingga menentukan jalur mana ia keluar. Tentu dengan uang yang dicampur dengan kesungguh-sungguhan semu. Bukan dengan idealisme akan pembebasan, dan proses bagaimana lepas dari keterikatan konsep Penindas-Tertindas. Tak heran jika Bob Dylan menuliskan “Sepertinya sekolah benar-benar tidak terlalu banyak memberikan pelajaran”. Pendidikan di Indonesia sudah terjangkiti penyakit parah mulai dari sistem hingga pelakunya, entah guru, penyedia layanan, bahkan muridnya. Dari sistemnya, kita jelas masih berkutat dalam sistem gaya bank. Sistem pendidikan yang seperti ini mirip pelatih hewan yang sedang mengajari seekor monyet untuk menari dan menghibur penonton sirkus. Pendidikan yang mampu membebaskan tak bisa seperti itu, pendidikan manusia ya yang harus mengartikan pelakunya sebagai manusia. “Pertanyaan klasik adalah: “Bagaimana pendidikan seharusnya dijalankan?”  Jika Jean Jacques Rousseau mengatakan bahwa panggilan pendidikan tertinggi adalah menjadikan manusia sebagai manusia, maka pendidikan seharusnya dijalankan dengan memanusiakan manusia.  Tidaklah benar jika pendidikan dikerjakan dengan mendidik manusia menurut cara orang mendidik binatang.”[4]. Pendidikan yang telah terkontaminasi bisnis komersial akan melahirkan budaya komersialisme. Lulusan sekolah akan selau disibukkan dengan bagaimana cara mendapatkan kehidupan dari segi finansial. Padahal, pendidikan tak bermakna sesempit itu. “Bahwa menurut Dewey, tujuan pendidikan bukanlah menghasilkan barang-barang bagus yang bisa dijual dan menambah kas negara, melainkan menghasilkan manusia-manusia bebas (produces free men) yang mampu berhubungan satu sama lain dalam situasi yang setara (equal relation).”[5].

[4]. Pendidikan Non Komersial
Namun, bagaimanapun juga pasti tetap ada beberapa orang tergerak dan menyadari keganjilan-keganjilan sistem walau ia sendiri tak mengetahuinya. Dengan tergeraknya manusia tentang keadaan pendidikan inilah muncul  secercah harapan tentang pelurusan makna pendidikan itu sendiri. Tentunya dengan lahirnya kritik-kritik dan aksi lain yang bertujuan meluruskan makna pendidikan dan mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan yang bermakna pembebasan tersebut. Walaupun tidak harus melalui meja sekolahan, sebab masih banyak juga orang yang tak pernah merasakan nyamannya meja sekolahan. Disinilah harapan itu muncul, justru gerakan pemulihan ini dimulai dari orang yang belum pernah tersentuh oleh sistem pembodohan meja sekolahan. Atau dari orang-orang yang pernah merasakan pembodohan terstruktur dari sistem pembodohan yang amburadul, namun segera tersadarkan dan membuat gebrakan yang radikal dan revolusioner. Solusinya, mereka yang peduli tentang pelurusan ini, harus beraksi melalui kursus-kursus gratis kepada orang-orang yang belum atau bahkan sudah tercemar pembodohan terstruktur yang mengatasnamakan pendidikan. Dalam upaya ini, lebih diutamakan pendidikan dua arah atau yang disebut oleh Freire sebagai pendidikan Hadap-Masalah, berupa refleksi, dialog dan observasi. Dengan begitu, maka harapan akan pendidikan sebagai tahap manusia dalam mencari kebebasan dapat terwujud.

[5]. Nelson Mandela - Quotes

Sumber :
[1]. Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, terj. Tim Redaksi Asosiasi Pemandu Latihan (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2008), hal. 52.

[2]. Ibid., hal. 55.

[3]. John Lennon, dkk., Rebel Notes, terj. Adhe Ma’ruf (Yogyakarta: Katalika, 2017), Cet. Pertama, hal. 26.

[4]. Ferry Yang, Kritik Terhadap Pendidikan Indonesia : Pendidikan Manusia, http://www.kompasiana.com/motyang/kritik-terhadap-pendidikan-indonesia-pendidikan-manusia_5869acaff87e61632e984a70

[5]. Reza A.A Watimena, Demokrasi dan Pendidikan Menurut Noam Chomsky, https://rumahfilsafat.com/2012/03/23/demokrasi-dan-pendidikan-menurut-noam-chomsky/


Sumber Gambar :









Written by : Vrandes. S. Cantona - Langit Tjerah

Big Thanks To Readers!
Read more ...

Monday, July 24, 2017

CONTACT PERSON

Langit Tjerah

Untuk mendiskusikan perihal Kegiatan, Postingan, Donasi, dan lainnya silahkan hubungi contact person kami,

Andy Saputro
No. HP : 0857-1005-6745
Alamat Email : saputroandy94@gmail.com
Instagram : @dyputro








Arun Saputro
No. HP : 0856-4020-3682
Alamat Email : arun.saputro@gmail.com
Instagram : @arun.espee








Vrandes Setiawan Cantona
No. HP : 0857-1120-4725
Alamat Email : vrandessetiawan@gmail.com
Instragram : @vrandescantona







For Peace, Love, And Humanity. Come Join Us!
Be Human For Humanity!
Read more ...

LANGIT TJERAH

Tentang Langit Tjerah...

[1]. Langit Tjerah
Manusia sejatinya adalah makhluk sosial, atau dalam ilmu sosial sering diistilahkan Homo Socius. Sudah menjadi fitrah manusia untuk saling berhubungan satu sama lain untuk keberlangsungan hidupnya. Sangat mustahil bahwa manusia dapat bergantung sendiri, mengandalkan diri sendiri, bahkan lebih ekstrim lagi seolah-olah buta terhadap lingkungan sekitarnya. Oleh karena manusia bersifat makhluk sosial, maka manusia merasa saling membutuhkan diantara sesamanya atau sering diistilahkan sebagai Zoon Politicon. Kebutuhan inilah yang membuat manusia akan membentuk kelompok masyarakat walaupun dengan latar belakang, jenis kelamin, ras, suku maupun nasib yang berbeda satu dengan lainnya. Sudah sepantasnya bila fitrah manusia menjadi makhluk sosial, harus peka terhadap lingkungan sosial disekitarnya.

Keberadaan manusia dalam lingkungan sosial dipenuhi dengan perbedaan, mulai dari perbedaan warna kulit, agama, kepercayaan, hingga perbedaan nasib. Hal inilah yang bernilai ganda seperti dua mata pedang. Disatu mata perbedaan tersebut akan menjadikan konflik antar manusianya, di satu mata yang lain justru perbedaan tersebut akan menjadikan manusia menjadi makhluk yang sangat toleran dan saling menghargai untuk kehidupan bersosialnya. Namun walaupun manusia tercipta dalam berbagai perbedaan, ada satu inti yang menjadi persamaan diantara perbedaan itu. Persamaan diantara perbedaan manusia tersebut adalah “Kemanusiaan”.

Oleh karena nilai kemanusiaan tersebut kami memiliki prinsip yang sama yaitu “Menjadi manusia untuk Kemanusiaan” sehingga kami digerakkan dan berpandangan bahwa Langit akan selalu cerah bagi mereka yang meyakininya.
[2]. Aktivis Langit Tjerah
Langit Tjerah adalah sebuah perkumpulan orang-orang yang peduli dan memperdulikan kehidupan sosial yang berperikemanusiaan. Perkumpulan ini dilatarbelakangi oleh perasaan beberapa orang yang melihat realita kehidupan yang masih jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Kami memperjuangkan Perdamaian, Cinta, dan Kemanusiaan dengan wujud kegiatan-kegiatan kemanusiaan yang memiliki tujuan mengangkat kehidupan yang lebih baik. Makna dari nama Langit Tjerah (ejaan lama) adalah sebuah pandangan kami tentang kehidupan berperikemanusiaan yang seluas dan tak terbatas seperti Langit, dan Tjerah (ejaan lama) secerah nilai-nilai kehidupan yang raya. Untuk mewujudkan prinsip dan pandangan tersebut kami membuat kegiatan-kegiatan yang berisi aksi nyata dalam mewujudkan nilai kemanusiaan itu. Bahwa ada saudara-saudara yang berada disekeliling kita membutuhkan rangkulan dan dukungan berupa semangat, kepercayaan diri, dan materi untuk kita usahakan bersama. Dan kita sebagai Homo Socius sudah sepantasnya tidak melalaikan hal tersebut. Kami bukanlah sebuah organisasi dalam arti organisasi yang berbadan hukum, melainkan kami hanya sekelompok muda-mudi yang tergabung atas dasar nilai kemanusiaan. Terlepas dari ormas, partai politik, perusahaan, maupun instansi yang lainnya, bahkan diantara kami sendiri ada beberapa yang baru kenal. Kami tergabung dalam aksi nyata walaupun tidak dalam bentuk Ormas, Parpol, maupun instansi lainnya, oleh karena itu kita bergerak sebagai free humanitarian provider yang bebas dari tekanan kepentingan dan juga tentunya bercorak Non-Profit. Perkumpulan ini terbentuk pada tanggal 30 Mei 2017, dengan anggota yang bebas dan tidak membeda-bedakan. Untuk sementara ini Langit Tjerah belum menjadi organisasi berbadan hukum, artinya sebatas perkumpulan bebas namun tetap mengedepankan transparansi.
[3]. Salah Satu Kegiatan Langit Tjerah
Aktivitas dalam Langit Tjerah terdiri dari Bakti Sosial ke Panti Asuhan, Perpustakaan Jalanan, Bakti Sosial ke Perkampungan Kumuh, Menulis Artikel, Kampanye Perdamaian, dan kegiatan-kegiatan lain baik dalam dunia nyata maupun dunia maya. Dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan biaya apalagi donasi, kami selalu membuat pelaporan yang transparan mengenai penggunaan dana kegiatan tersebut dan dapat diakses di Blog kami yang mana semua kalangan baik yang terlibat ataupun tidak terlibat dapat mengetahuinya.

Visi : Memperjuangkan Nilai-Nilai Kemanusiaan Untuk Kehidupan Yang Raya
Misi :
Melakukan kampanye tentang nilai-nilai kemanusiaan,
Melakukan kerjasama dengan pihak-pihak pemberdaya bantuan sosial,
Melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat  aplikatif tentang nilai-nilai kemanusiaan,
Melibatkan diri dalam usaha mengangkat kehidupan masyarakat

Slogan
“Be Human for Humanity, For Peace, Love and Humanity. Come Join Us!”

Lingkup
Kehidupan Sosial
Kemanusiaan
Perdamaian
Cinta Sesama Kehidupan
Lingkungan Hidup
Kritik Politik
Kritik Sosial
"Without action, you aren't going anywhere"
-Mohandas Gandhi-

Sumber Gambar :
[1]. Foto Anak-anak Pulau Sibesi, 16 Juli 2017, Lampung
[2]. Foto Kegiatan Bakti Sosial Panti Asuhan Rumah Harapan, 18 Juni 2017, Bekasi
[3]. Foto Kegiatan Bakti Sosial Panti Asuhan Rumah Harapan, 18 Juni 2017, Bekasi


Written By : Vrandes. S. Cantona - Langit Tjerah
Big Thanks to Readers!

Read more ...

Sunday, July 23, 2017

Bias Penilaian Mayoritas Muslim Indonesia Terkait Konflik Israel-Palestina


[1]. Israeli-Palestinian Conflict
Konflik Israel-Palestina adalah luka yang cukup serius bagi sejarah kemanusiaan dan perdamaian bagi kehidupan umat manusia, khususnya bagi muslim dunia. Bagaimana tidak, konflik tersebut sudah berpuluh-puluh tahun tak kunjung selesai dan pastinya sudah merenggut banyak jiwa yang mungkin tak berdosa. Mayoritas di dunia hanya melihatnya sebagai konflik Islam-Yahudi, lebih dari itu konflik ini sesungguhnya adalah konflik politis yang dibelakangnya ada peran Elit AS dan tentunya Elit Zionis. Kita pernah membahas sejarah konflik ini sebelumnya, sehingga dalam pembahasan ini tidak akan mengulang pembahasan yang sama. Dalam pembahasan ini akan lebih membahas perkembangan konflik selama kurun sepuluh tahun terakhir.

Dukungan dunia terhadap penyelesaian konflik ini tidak diragukan lagi, terlebih dukungan solidaritas umat Islam di seluruh Dunia. Melalui slogan, bantuan kemanusiaan, bahkan hingga bantuan diplomasi dari negara-negara yang peduli. Seperti halnya Indonesia, Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Yang mana muslim Indonesia terkenal dengan solidaritasnya terhadap muslim di lain negara. Dalam hal ini, masyarakat muslim Indonesia bisa dikatakan sebagai masyarakat muslim yang paling peduli terhadap pembebasan Palestina. Tak jarang kita jumpai perjuangan muslim Indonesia dalam menyuarakan pembebasan Palestina di media sosial. Namun, bagi yang telah memahami peta konflik yang sesungguhnya, dan siapa yang berperan dibaliknya, akan menjumpai ‘Bias Penilaian’ dalam kampanye yang dilakukan oleh sebagian besar muslim Indonesia. Kita akan bahas satu persatu bias yang dimaksud, singkirkan sejenak pemikiran yang terlalu egoistis sebab kebenaran tak akan pernah diterima oleh pemikiran egoistis yang keterlaluan.

[2]. Konflik Fisik Israel-Palestina
Jelas kita tahu yang menjadi pelaksana konflik adalah Israel dan Palestina, sejarahnya bagaimana, hingga perkembangan tiap masanya. Yang belum kita luruskan disini adalah siapa yang berperan dibalik konflik tersebut, siapa pendukung Israel dan siapa pendukung Palestina yang sebenarnya. Kita akan sajikan negara mana saja yang ‘tidak konsisten’ mendukung Palestina atau bahkan bisa dibilang ikut ‘mencederai’ Palestina, yang anehnya di Indonesia malah dipuja-puja oleh pendukung Palestina. Hal ini yang penulis sebut sebagai ‘Bias Penilaian’ terkait konflik Israel-Palestina. Semoga dengan adanya tulisan ini, kita menjadi ‘melek mata’ terhadap realita yang terjadi, kita menjadi tahu siapa lawan dan siapa kawan, dan pada akhirnya kita menjadi bagian dari solusi perdamaian, bukan malah menambah keruh situasi dengan bias penilaian kita.

Jelas, kita melihat Amerika sebagai ‘sponsor’ utama Israel dalam melakukan kebiadabannya terhadap Palestina. “Hubungan mesra antara Intelektual Amerika dan Israel berawal dari kemenangan besar militer Israel atas Dunia Arab”[1]. Amerika sangat memainkan peran dalam mendukung Israel atas invasinya terhadap Palestina. Kita melihat Israel-AS selalu menggunakan strategi ‘pasang umpan, tarik ikan’, katakanlah Israel memancing beberapa pemuda Palestina untuk melakukan kekerasan terhadap beberapa warga Israel dan sebagai balasannya Israel melakukan pembantaian yang luar biasa terhadap penduduk Palestina. Itu adalah jalan yang sangat munafik bagi Israel dan AS, Sengkuni bagi cerita kehidupan umat manusia. Dan, saya yakin Muslim Indonesia sudah banyak yang tahu tentang persoalan ini. Banyak muslim Indonesia yang ‘tidak menyukai’ AS terkait peranannya dalam konflik Israel-Palestina ini. Namun, ketidaksukaan itu hanya berdasar kepada perlakuan AS yang tampak saja, padahal banyak sekali perlakuan yang tidak tampak atau berupa ‘invisible hand’ AS Israel dan Negara Arab yang mendukung terhadap kebiadaban ini.

[3]. AS-Israel
Kenyataannya kita dapat melihat dan memahami, bahwa muslim Indonesia membela Palestina atas dasar solidaritas keagamaan, yang mana dalam kenyataannya muslim Indonesia juga mendukung negara-negara Islam yang ‘tak konsisten’ dalam mendukung pembebasan Palestina. Negara-negara tersebut menjadi ‘penjilat’ AS di kawasan, karena kita melihatnya bedasarkan bukti yang selama ini kita ikuti perkembangannya. Anehnya, justru negara-negara atau tokoh-tokoh yang mendukung penuh pembebasan Palestina malah dicaci-maki oleh muslim Indonesia yang mendukung Palestina. Dan kita melihat fenomena tersebut karena lagi-lagi disebabkan oleh ‘bias penilaian’ muslim Indonesia. Bahwa memang AS dan koalisi Negara Kawasan memainkan media mainstream seperti BBC, Al-Jazeera (dulu), NTC dan lainnya, seakan-akan bahwa negara-negara atau tokoh-tokoh yang mendukung perjuangan Palestina dikesankan sebagai ‘sesat’, kejam, tiran, maupun zalim. Dan muslim Indonesia mengamini hal tersebut sehingga tak lagi mampu melihat mana kawan dan mana lawan. Mari kita bahas satu persatu ‘belang’ negara-negara Islam yang tak konsisten mendukung Palestina, yang ironisnya malah didukung pula oleh Muslim Indonesia.

Perlu kita ketahui, AS dan Israel juga merangkul beberapa negara di kawasan Timur Tengah dan menjadikannya koalisi. Sebutkanlah Arab Saudi, bagi yang mampu melihat secara jernih tak asing dengan peran Saudi dalam berkomplot dengan AS-Israel. Naifnya, banyak muslim Indonesia yang mendukung Palestina namun juga menjadi ‘pengikut dan pemuja’ Saudi Arabia. Hanya karena Arab Saudi merupakan negara muslim, negara tersebut dipuja tanpa mampu melihat belangnya melukai perjuangan kemerdekaan Palestina. Terutama ketika musim haji pada tahun 2013, Ditengah romantisme perjuangan solidaritas kemerdekaan Palestina sedang hebat-hebatnya Saudi malah menyewa jasa keamanan dari Israel untuk mengamankan Ibadah Haji. “G4S al-Majal, salah satu cabang dari perusahaan keamanan G4S dipercaya sudah mengawal pengamanan haji sejak 2010”[2].  Hal ini sangat menyakiti hati umat Islam (yang melek mata) terkait Palestina. Imam Masjid Al-Aqsa, Syekh Ekrima Sabri pernah mengatakan, “Mereka membantu penjajah adalah penjajah juga.” menyikapi persoalan ini. Juga ketika Arab Saudi dan Israel mulai mebahas tentang kerjasama keamanan di kawasan regional, semakin memperlihatkan Arab Saudi menjadi kawan Israel dan tak lagi pantas untuk dipuja oleh kita yang mendukung kemerdekaan Palestina.  Menhan Israel, Mattis mengatakan,”Koalisi Amerika dengan Israel adalah batu fondasi keamanan regional yang sangat luas. Keamanan regional ini mencakup kerjasama dengan Yordania, Mesir, Saudi, dan sekutu-sekutu Amerika di negara-negara Teluk. Tujuan saya adalah meningkatkan partisipasi Amerika di kawasan untuk melenyapkan ancaman dan pada akhirnya, menakut-nakuti musuh-musuh kita.”[3]. Kerjasama AS-Israel-Saudi merupakan sedikit ‘kode’ untuk memahami negara Saudi sebagai ‘pengkhianat’ bagi perjuangan perdamaian Palestina. Namun, lagi-lagi karena bias penilaian Muslim Indonesia, justru Saudi yang jelas-jelas mengkhianati perjuagan perdamaian Palestina malah dipuja-puja tanpa melihat dengan mata yang jernih apa yang sebenarnya terjadi.

[4]. Saud and Israel Summit
Itu baru dua buah bukti, masih banyak bukti lain yang sangat menguatkan bahwa Saudi adalah ‘pelayan setia’ AS dan Israel, tak pantas lagi disebut sebagai ‘pelayan kota suci umat Islam’. Coba kita lihat, Kedubes AS dan Israel masih bercokol dan mengakar di Saudi Arabia, seharusnya jika Saudi konsisten dalam solidaritas umat Islam pasti akan menolak segala macam atribut maupun kerjasama dengan AS dan Israel, Arab Saudi akan mengikuti Suriah maupun Iran dalam memboikot Israel dan AS. Tapi kenyataannya justru terbalik, Arab Saudi malah bermesraan dengan AS dan Israel bahkan ikut memusuhi Iran maupun Suriah (Assad). Hanya karena alasan Iran merupakan ‘ancaman’ bagi kehidupan Timur Tengah, Ancaman yang mana? Ancaman bagi Timur Tengah ataukah ancaman bagi bisnis AS-Israel-Saudi di Timur Tengah?. Apakah hanya karena Iran mengembangkan senjata Nuklir yang dapat mengancam kehidupan Timur Tengah? Bukankah Israel juga merupakan negara berkekuatan Nuklir juga? Apakah karena Iran membangkang terhadap AS dan Koalisinya sehingga beribu fitnahan keji melalui media mainstream dilontarkan kepadanya secara biadab?. Bukti selanjutnya adalah adanya pertemuan rahasia oleh Arab Saudi-Israel terkait kerjasama memusuhi Iran. “Bloomberg baru-baru ini di laporannya menulis, wakil dari Arab Saudi dan Israel menggelar lima pertemuan rahasia. Pertemuan tersebut digelar sejak tahun 2014 di India, Italia dan Republik Cheko. Agenda pertemuan rahasia ini adalah permusuhan kolektif Tel Aviv-Riyadh dengan Republik Islam Iran”[4]. Lagi-lagi karena bias penilaian muslim Indonesia, mereka tak mampu lagi melihat realita yang terjadi mengenai konflik di Timur Tengah.

Negara lain yang ikut mendukung Israel namun di puja-puja oleh muslim Indonesia yang mendukung Palestina adalah Turki. Memang, Turki pernah menyatakan hubungan ‘kurang baik’ terhadap Israel ketika terjadi bentrokan armada Gaza. “Hubungan tersebut menegang sejak Konflik Israel-Gaza 2008-2009 dan bentrokan armada Gaza yang menewaskan sembilan warga negara Turki”[5]. Kala itu Erdogan muncul bagaikan dewa dan mengatakan bahwa tindakan Israel atas insiden di Gaza tidak bisa dibenarkan.  Namun belum lama ini, Turki mulai ‘menerima kembali’ Israel sebagai sekutu. Turki mulai melupakan insiden itu dan kembali melakukan ‘normalisasi’ hubungan antar kedua negara tersebut. “Israel dan Turki akhirnya sepakat untuk menormalisasi hubungan diplomatik sekaligus mengakhiri rengganggnya hubungan akibat insiden kapal Mavi Marmara pada 2010. Saat itu, kapal Mavi Marmara yang mengangkut pada aktivis dan bantuan bagi warga Jalur Gaza diserbu pasukan khusus Israel dan menewaskan 10 aktivis Turkis. Para pejabat senior kedua negara mengatakan, pengumuman resmi soal perbaikan hubungan ini akan disampaikan pada Senin (27/6/2016). Pengumuman resmi menurut rencana akan disampaikan PM Israel Benyamin Netanyahu dan PM Turki Binali Yildirim.”[6]. Pantaskah bagi sebuah negara (mayoritas) Islam, yang mengedepankan solidaritas Islam, namun justru malah melukai perjuangan yang dielu-elukan oleh umat Islam yaitu Kemerdekaan Palestina?. “Berdasarkan data Kamar Dagang Israel, ekspor Israel kepada Turki meningkat 39 persen dari 648 juta dolar pada pertengahan 2010 menjadi USD 950 juta pada pertengahan 2011. Pada periode yang sama, Impor dari Turki meningkat 16 persen dari 907 juta dolar menjadi 1,05 miliar dolar”[7]. Angka yang fantastis bagi Negara yang selalu dielu-elukan oleh muslim Indonesia yang anti Israel namun memuja Turki yang sangat ‘menyayangi’ Israel. Kita juga tak bisa memungkiri bahwa Lagi-lagi dikarenakan bias penilaian muslim Indonesia, sehingga tak bisa melihat realita dan data terkait konflik Israel dan Palestina. Sampai sekarang, Turki masih membuka lebar pintu negaranya untuk Kedutaan Israel, yang mana seharusnya jika Turki memang mengedepankan Solidaritas Islam, Turki akan menutup rapat-rapat pintu gerbang negaranya untuk Israel.

Sebetulnya, Indonesia pun sebenarnya sudah menunjukkan konsistensinya dalam menolak kebiadaban Israel. Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. “Indonesia berkomitmen memberikan bantuan capacity building bagi warga Palestina yang direalisasikan dalam bentuk pelatihan diplomatik bagi para diplomat Palestina setiap tahun”[8]. Anehnya, banyak Muslim Indonesia justru tidak melihat hal ini. Kebanyakan dari mereka malah melihat Arab Saudi dan Turki sebagai negara yang ideal dalam mendukung Palestina, padahal kalau kita lihat dan kita runut secara halus, mereka adalah pengkhianat terhadap nilai-nilai perdamaian dan solidaritas. Justru Indonesia adalah negara yang sangat aktif dalam pembebasan Palestina, ironisnya Muslim Indonesia tak menyadari hal ini dan justru beberapa ada yang menghujatnya tanpa didasarkan pada realita dan data. Kita menghadapi persoalan yang cukup menjijikan terkait bias penilaian ini. Sebab, dengan adanya bias penilaian ini bukannya menjadi solusi atas persoalan Israel-Palestina justru menambah ketidakjelasan atas konflik yang terjadi. Katakanlah kita menyebut ISIS ataupun organisasi yang serupa (FSA yang lain) sebagai Jihadis, namun apakah mereka ikut membebaskan palestina?. Mereka hanya menjadi ‘sewaan’ untuk melakukan penjarahan suatu bangsa dengan metode teror dan aksi barbar.
Sebagai akhirnya, tulisan ini adalah upaya ‘meluruskan’ tentang apa yang terjadi sebenarnya, dan kita dapat melihat secara jernih mana yang harus dibela dan mana yang harus dengan hati-hati kita dalam menyikapinya. Sebab, penulis melihat jika bias penilaian ini tidak segera diluruskan tak akan meningkatkan fokus terhadap penyelesaian konflik yang terjadi. Kita hanya akan disibukkan dengan omong kosong dan ketidakmampuan dalam melihat suatu kebenaran.

[5]. Peace for Palestine
"War Is Over! If you want it."
-John Lennon-


Sumber :
[1]. Noam Chomsky, How The World Works, terj. Tia setiadi, (Yogyakarta : Bentang, 2017), hal. 381.

[2]. Ardini Maharani, Merdeka.com, “Amankan haji, Saudi sewa keamanan swasta Israel”, https://www.merdeka.com/dunia/amankan-haji-saudi-sewa-keamanan-swasta-israel.html

[3]. Hadi, Liputanislam.com, “Israel dan Negara-negara Arab Bentuk NATO Timteng?”, http://liputanislam.com/internasional/israel-dan-negara-negara-arab-bentuk-nato-timteng/

[4]. Parstoday.com, “Kerjasama Arab Saudi-Israel, Bencana bagi Palestina”, http://parstoday.com/id/news/middle_east-i8485-kerjasama_arab_saudi_israel_bencana_bagi_palestina

[5]. Wikipedia, “Hubungan Israel dengan Turki”, https://id.wikipedia.org/wiki/Hubungan_Israel_dengan_Turki

[6]. Ervan Hardoko, Kompas.com, “Turki Dan Israel Sepakat Pulihkan Hubungan Bilateral”, http://internasional.kompas.com/read/2016/06/27/15021881/turki.dan.israel.sepakat.pulihkan.hubungan.bilateral

[7]. Arman Dhani, Tirto.id, “Benci Tapi Rindu Israel-Turki”, https://tirto.id/benci-tapi-rindu-israel--turki-buKi

[8]. Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, “Posisi Indonesia Terhadap Kawasan Timur Tengah”, http://kemlu.go.id/id/lebijakan/kerjasama-bilateral.aspx

Sumber Gambar :


Written by : Vrandes Setiawan Cantona - Langit Tjerah
Big Thanks To Readers!
Read more ...

Thursday, July 20, 2017

Bisnis Terorisme, Upaya Menghancurkan Sebuah Bangsa Secara Halus


[1]. Teroris
Bukan sebuah hal yang aneh bila kita mendengar kata ‘terorisme’, hampir kita dengar setiap harinya. Apabila mendengar kata terorisme mungkin otak kita akan langsung berpikir tentang pembunuhan, sadisme, perang, kekacauan, dan mungkin beberapa akan berpikir tentang radikalisme agama. Itu semua dapat dibenarkan, sebab memang tujuan dari terorisme adalah menciptakan ‘teror’’. Teror biasanya dilakukan untuk menjadikan suasana panik dan ketidakpercayaan. Membicarakan tentang terorisme adalah merupakan pembahasan subyektif, tergantung berada di pihak yang mana kita. Bisa di pihak yang netral, pihak pemerintah, dan pihak oposisi. Dalam bahasan kali ini, kita akan menempatkan diri di pihak yang netral dan dengan menggunakan kacamata kemanusiaan. Sebab aksi teroris sudah jelas merupakan aksi kriminal dan sebuah kejahatan, artinya tidak bisa dibenarkan dari sisi kemanusiaan walaupun dikuatkan dengan alasan agama, bangsa, hukum maupun alasan yang lain. Pembunuhan adalah sebuah kejahatan, sekalipun membunuh seorang pembunuh. Seperti perkataan John Lennon, “I don’t believe in killing, Whatever the reason!”.

[2]. John Lennon
Kita akan membahas aksi teror dan permainan busuk pemilik kepentingan politik yang akhir-akhir ini terjadi, contohnya yang melanda di kawasan Timur Tengah. Konflik di Timur Tengah menghangat ketika Arab Spring, yaitu gelombang demonstrasi hingga penggulingan rezim yang dimulai tahun 2010/2011. Diketahui juga AS memainkan perannya di Timur tengah dengan alasan Demokratisasi, Menghentikan proyek WMD (Weapon of Mass Destruction), dan ‘anti-terorisme’. Dalam hal ini AS mendukung upaya pemberontakan dan mendikte kebijakan setelah rezim tumbang. Sebetulnya jauh sebelum itu, pada 2003 Bush menyatakan problema Timur Tengah yang memungkinkan mengancam stabilitas AS. Pernyataan Bush tersebut menjadi alat justifikasi AS untuk mulai memainkan peran di dunia Timur Tengah. Chomsky pernah mengatakan bahwa AS sebetulnya tidak menginginkan Timur Tengah mendapatkan demokrasi (dalam arti sesungguhnya), sesungguhnya AS hanya menjatuhkan kediktatoran yang tidak sejalan dengan kepentingannya.

[3]. Noam Chomsky, "Orang AS yang paling anti AS"
Perang melawan terorisme dibuka dan menjadi terang-terangan usai tragedi 9/11 yang sangat konspiratif itu. Dengan dimulainya perang terhadap terorisme, AS semakin bebas melakukan intervensi terhadap suatu negara dengan dalih ‘memerangi teroris’. Diperparah dengan merangkul NATO maupun Sekutu Non-NATO. Tapi apakah betul jika AS dan Sekutunya benar-benar memerangi teroris? Ataukah AS dan Sekutunya hanya memainkan peran kotor untuk tujuan menguasai sumber daya alam maupun manusianya?. Jangan-jangan AS dan Sekutunya juga diam-diam mendanai teroris untuk bisnis yang biadab ini. Sebagai bahasan, kita akan mengangkat konflik di Suriah pada pemerintahan Assad. Konflik ini dimulai sekitar tahun 2011, berupa upaya penggulingan Assad dengan memanfaatkan isu sekterian dan menggorengnya hingga matang menjadi konflik yang luar biasa. Sebetulnya erat kaitannya dengan pembangunan Pipa Migas Suriah, kita melihat upaya penggulingan Assad adalah sebuah upaya untuk memperebutkan jalur pipa migas tersebut. Iran dan Qatar adalah sumber cadangan Gas alam yang besar, Ironisnya Iran mengalami embargo dunia internasional dan AS melirik Qatar (sebelum Qatar dikucilkan dari dunia Timur Tengah) sebagai Sekutu yang lumayan kuat di Dunia Timur Tengah. Jika dimenangkan oleh Qatar, maka akan mendapatkan banyak keuntungan seperti menghemat operasional dan memberikan peluang untuk Qatar dan Turki (Sekutu AS) mendominasi pasar. Assad menolak menandatangani perjanjian itu sehingga memancing amarah negara Sekutu AS di kawasan. Segera setelah AS mendengar kabar itu, dimulailah skenario penggulingan Assad dengan memanfaatkan ‘Terorisme’. Menurut Wikileaks, AS (CIA) mulai mendanai beberapa kelompok teroris di Suriah untuk menggulingkan Assad. Pada tahun 2012 ada laporan mengenai kekuatan utama dalam menciptakan konflik di Suriah, AS dan Koalisi di Timur tengah mendukung milisi seperti Ikhwanul Muslimin dan ISIS. Seiring perkembangan kasus, AS juga mendukung penuh upaya Arab Saudi (Sekutu mesranya) untuk menyebarluaskan doktrin terorisme yang memungkinkan untuk mendapatkan bala bantuan secara sukarela dari pengikutnya. Dengan memberikan dukungan kepada beberapa media dakwah seperti Channel TV, Radio, Jejaring Sosial, hingga melatih dan meciptakan da’i-da’i yang berpaham teroris. Doktrin tersebut menyebar ke seluruh negara-negara di dunia, sehingga dalam sepak terjangnya ISIS maupun kelompok jihadis lain beranggotakan warga negara lain yang memang secara sukarela menjadi bagian dari kelompok tersebut. Dalam hal ini Saudi sebagai sekutu sejati AS memegang proyek ini secara masif dan nyaris tidak kelihatan. Menurut Chomsky, Diantara negara Islam, Arab Saudi jauh memimpin sebagai teror Islam. Bukan hanya lewat pendanaan langsung oleh orang kaya di Saudi dan kawasan teluk, melainkan juga melalui semangat misionaris. Semangat ini menyebarluaskan ajaran ekstrem versi Islam Wahabi-Salafi melalui pendidikan Al-Qur’an, ulama, dan sarana lain. Tujuannya untuk menegakkan kediktatoran berbasis agama dengan kekayaan minyak yang melimpah. ISIS adalah cabang kelompok ekstrimis Saudi dan kini mengobarkan api jihad [1]. Kita tidak meragukan analisis dari Chomsky, melihat bahwa memang Saudi sedang gencar-gencarnya melawan Suriah yang berkomplot dengan Iran. Dan memang tidak diragukan lagi bahwa penyebaran doktrin tersebut sudah ke berbagai belahan dunia. Dengan doktrinasi tersebut, kelompok jihadis akan mendapatan batuan secara gratis baik persenjataan, makanan, uang, maupun tenaga. Hal yang tak kalah bahayanya adalah seakan-akan Saudi sedang membuat ‘sel-sel aktif’ di negara lain, sehingga sewaktu-waktu sel hidup tersebut menjadi teroris di negerinya, hanya tinggal waktu aktivasinya.

[4]. Koalisi AS-Saudi-Israel
Sejurus waktu, jihadis-jihadis di Suriah mulai terlihat belangnya dan mulai terpojok. Sehingga mau tidak mau mereka harus kembali ke negara asalnya. Koalisi di kawasan teluk pun mulai merenggang setelah menghadapi kekalahan demi kekalahan tersebut. Dalam hal ini, bagi AS si negeri pecinta demokrasi itu (katanya), tidak melihat lagi mana yang demokratis mana yang ekstrimis. Bagi AS persetan dengan mana yang yang demokratis mana yang ekstrimis, keduanya adalah kawan selama mereka menguntungkan. Inilah standar ganda si Paman Sam keparat, selama menghasilkan mereka adalah rekan, kalau sudah tidak menghasilkan mereka bisa didepak kapan saja. Dan kita melihat itu dalam persoalan terorisme ini.

Terorisme menjadi bisnis yang sangat menguntungkan, bila kita melihat sepak terjang ISIS di Timur Tengah. Mereka merampok kilang minyak, menjarah bangunan bersejarah, merampok dan menjualnya. Putin pernah menuduh Turki yang disinyalir membeli minyak secara ilegal dan murah, dengan menyodorkan beberapa data terkait ‘belang’ tersebut. Soal kebenaran siapa pembelinya, yang pasti teroris-teroris itu pasti memberikan keuntungan bagi ‘majikan’ mereka, sebagai timbal balik atas perlakuan majikannya. Tetapi, persoalan baru muncul ketika Suriah mulai membersihkan diri dari anjing-anjing gila itu. Jihadis-jihadis mulai menyebar beberapa ada yang kembali ke negara asalnya, ada yang pindah markas, bahkan ada yang mencari ladang baru.

[5]. Indonesian ISIS Lovers
Hal ini yang menjadi permasalahan baru, contohnya saja di Indonesia. Bertahun-tahun ideologi ekstrim dari Saudi disebarkan di negeri ini, hingga seiring waktu bertambah banyak pengikutnya bahkan mulai menjadi tren di kalangan muda. Mereka adalah Bom Aktif yang tinggal menunggu si majikan tekan detonatornya. Semakin mendekat, kelompok teroris sudah siap menggorok Indonesia. Di seberang sana Teroris sudah menunggu di Marawi, Filipina. Sebetulnya kita terlalu kanak-kanak jika terlalu takut dalam segi pertahanan fisik, masih ada pendekar Rawa Rontek, Silat Harimau, Tentara, Polisi maupun pendekar-pendekar lainnya untuk beradu otot dengan Teroris. Jauh lebih berbahaya dari itu, yang perlu dipikirkan adalah teroris-teroris yang belum di aktivasi yang sekarang ini mungkin ada di samping kita, duduk di sebelah kita. Mereka belum membawa senjata sekarang, mereka masih berkata,”Kami cinta damai, kami tidak merusak.” Namun semua itu hanya menunggu waktu saja. Kedepan, mereka akan menjadi mesin pembunuh yang mahir dalam memenggal kepala orang yang tidak sepaham dengannya, tinggal kapan waktu aktivasinya. Dalam waktu dekat bila kita lengah, mungkin beberapa sumber daya alam bahkan sumber daya manusia kita direbut dengan cara barbar dan dijual secara murahan kepada majikan si teroris tersebut. Sungguh terorisme adalah bisnis yang sangat menjanjikan. Kita pernah menyaksikan dalam sebuah video yang menayangkan Obama keceplosan dalam pidatonya bahwa AS melatih teroris. “Kami meningkatkan pelatihan pasukan ISIL (nama lain ISIS), termasuk relawan dari suku Sunni di Provinsi Anbar.” [2]

[6]. USAID Mensponsori Teroris
Lalu bagaimanakah cara AS menjadi penyokong terorisme?. Buku-buku pendidikan ‘jihad’ itu ternyata dibuat di AS. Washington Post, 23 Maret 2002 menulis antara lain bahwa USAID menghabiskan 51 juta dollar untuk membiayai ‘program pendidikan di Afganistan 1984-1994’ yang dilakukan oleh Universitas Nebraska [3]. Mungkin jangka waktunya lumayan lama dengan Arab Spring maupun kekacauan di Suriah. Tetapi bila kita melihat polanya, sangat mungkin bahwa AS masih melakukan kegiatan yang serupa untuk terus mempertahankan bisnis terorismenya. Memang kalau kita lihat AS sangat lihai memainkan peran, bahkan sangat rapi hingga nyaris tak dapat dibaca. Katakanlah ketika konflik Iran-Irak, begitu mudah AS menjatuhkan dukungan kepada Saddam. Namun begitu Saddam mungkin sudah tidak ‘produktif’ maka dengan mudahnya disingkirkan dan diganti skenario yang baru yaitu bisnis terorisme. Prior to the American invassion, there was no Al-Qaeda in Saddam Hussein’s Iraq. Pressident George W. Bush destroyed Saddam’s secularist goverment, and his viceroy, Paul Bremer, in a monumental act of missmanagement, effectively created the Sunni Army, now named the Islamic State[4]. Begitulah sedikit penjelasan dari Robbert F. Kennedy Jr. tentang terciptanya ISIS setelah AS mengakali Saddam dan menjadikannya bubble gum yang “habis manis sepah dibuang”.

[7]. Bisnis Terorisme
Bagaimanapun, sepanjang perjalanan teror Islam, tidak ada yang dapat dibandingkan dengan perang Amerika Serikat melawan teror. Perang ini telah membantu penyebaran wabah dari daerah terpencil di perbatasan Afganistan-Pakistan ke wilayah luas di Afrika Barat hingga Asia Tenggara[5]. Hanya untuk bisnis yang biadab dan kotor, yaitu terorisme. Pada akhirnya, kita tidak heran dengan persoalan terorisme jika kita tahu siapa dalang dibalik bisnis yang menjijikan tersebut. Kita jangan terlalu disibukkan dengan aksi-aksi teror di jalanan, mulai tingkatkan fokus kita tentang siapa yang ada dibelakangnya. Sebab, untuk menghentikan pertunjukan wayang kita hanya perlu menghentikan dalangnya, tak perlu membombardir penabuh gamelan, sinden, maupun lampu ‘blecong’ diatas kepala dalang yang nyalanya memang selalu remang-remang.

[8]. John Lennon and Yoko Ono, "War Is Over"

Sumber :

[1] Noam Chomsky, Who Rules The World, terj. Eka Saputra, (Yogyakarta : Bentang, 2017), hal. 558.

[2] Denny Armandanu, CNN Indonesia, “Obama Terpeleset Lidah, Bilang AS Melatih ISIS”, https://m.cnnindonesia.com/internasional/20150709091554-134-65353/obama-terpeleset-lidah-bilang-as-melatih-isis/

[3]  Kajian Timur Tengah, “Bagaimana Cara AS Mendirikan AL Qaida/ISIS?”, https://dinasulaeman.wordpress.com/2015/11/19/bagaimana-cara-as-mendirikan-al-qaedaisis/

[4] Robbert F. Kennedy, JR., “Why The Arabs Don’t Want Us In Syria”, https://www.politico.eu/article/why-the-arabs-dont-want-us-in-syria-mideast-conflict-oil-intervention/

[5] Noam Chomsky, loc. cit.

Sumber Gambar :











Written By : Vrandes. S. Cantona – Langit Tjerah

Big Thanks to Readers!
Read more ...

Friday, July 14, 2017

Tentang Perpus Jalanan dan Donasi Buku

Latar Belakang....


Pada dasarnya manusia membutuhkan beberapa unsur untuk melangsungkan kehidupannya. Ditambah lagi bahwa manusia adalah Makhluk Sosial yang mana dalam interaksinya, manusia membutuhkan beberapa hal yang mendukung proses sosialisasinya. Salah satunya adalah unsur Pendidikan. Pendidikan adalah sebagai proses manusia untuk mengembangkan kecerdasannya baik kecerdasan kognitif maupun kecerdasan emosional. Hal ini sangat diperlukan dalam proses interaksi sosial, sebab jika kecerdasan tidak ditingkatkan maka proses interaksi sosial tersebut sudah pasti terhambat.

Dalam hal ini negara menjamin pemberian pendidikan terhadap rakyatnya, Dalam UU No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keterampilan, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sehingga Negara harus menjadi pelaksana sekaligus penanggungjawab dalam memberikan pendidikan terhadap warganya. Namun, pada kenyataannya masih banyak orang yang belum menerima pendidikan secara optimal. Baik proses maupun fasilitasnya, terutama sekali orang miskin, terlantar, gelandangan dan anak jalanan. Padahal jelas bahwa pada Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Tetapi masih banyak realita bahwa pendidikan belum optimal menjangkau fakir miskin dan anak-anak terlantar tersebut. Pendidikan hanya didasarkan pada materi gedung-gedung sekolah yang menghasilkan tamatan berijazah yang rawan menjadi ladang bisnis komersial. Sedangkan makna pendidikan tidak sekerdil itu, pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia (John Dewey, Filsuf). Yang mana pendidikan dapat diberikan dimana saja, kapan saja, oleh siapa saja dan untuk semua kalangan.


John Dewey - Quotes
Oleh karena itu, kami dilatarbelakangi oleh kondisi realita dalam masyarakat yang sedemikian rupa sehingga mendorong kami untuk menjadi bagian dalam proses pendidikan tersebut. Kami menjadi bagian dalam menyediakan materi pembelajaran dan kursus-kursus terhadap fakir miskin dan anak terlantar yang telah bermetamorfosis menjadi pengamen, pengemis, gelandangan, pengasong, dan lainnya. Juga tidak menutup kemungkinan dapat menjadi penyedia sarana diskusi bagi siapa saja yang sedang melintas di jalanan. Kami akan mengadakan kegiatan “Perpustakaan Jalanan” yaitu kegiatan menyediakan buku dan sarana diskusi yang akan kami jalankan di tempat-tempat keramaian dan di titik-titik tertentu. Oleh sebab itu kita mebutuhkan bantuan donasi buku maupun tulisan lain yang pastinya dapat mendukung kegiatan ini.

"Semua beasiswamu, semua studimu mengenai Shakespeare dan Wordsworth akan sia-sia jika pada saat yang bersamaan kau tidak membangun karaktermu dan mencapai keahlian mencapai pemikiran dan tindakanmu."

-Mohandas Gandhi-


Sumber Gambar :
http://www.mindsparkcommunity.org/uploads/6/6/2/3/66238189/1330616.png?390


Written by : Vrandes Setiawan Cantona - Langit Tjerah

Big Thanks To Readers!
Read more ...

Perpustakaan Jalanan dan Donasi Buku Sebagai Sarana Penunjang Pendidikan


Teman-teman Satu Kemanusiaan,

Langit Tjerah akan mengadakan kegiatan sosial berupa Perpustakaan Jalanan dan Donasi Buku Sebagai Sarana Penunjang Pendidikan. Kegiatan tersebut berupa menyediakan buku untuk dibaca di jalanan dan taman kota, serta donasi buku ke saudara-saudara kita yang sedang mengalami marginalisasi dalam hal pendidikan. Perpustakaan Jalanan dan Donasi buku akan dilaksanakan setiap akhir pekan mulai pukul 06.00- Selesai di wilayah Bekasi dan sekitarnya. Kami sedang menggalang donasi untuk kegiatan tersebut. Kegiatan tersebut sebagai bentuk aksi kami untuk menjadi bagian dalam meningkatkan daya hidup manusia di bidang pendidikan dan pengetahuan, juga meningkatkan minat baca masyarakat.

Donasi dapat berupa buku, Majalah, Artikel/tulisan lainnya, juga uang tunai yang nantinya akan kami belanjakan sesuai kebutuhan dan lingkup kegiatan.

Bagi teman-teman yang berminat untuk mendonasikan bantuan terbaiknya, bisa hubungi contact person kami di,

085711204725 (Vrandes)
085710056745 (Andy)
085640203682 (Arun)

Untuk mendiskusikan tentang mekanisme donasinya, tanya jawab, dan lain-lain.

Bagi yang berminat mendonasikan dalam bentuk uang, bisa transfer di, Rekening BCA 1540450133 a.n. Arun Saputro.

Mari menjadi bagian dalam kemanusiaan!
Terima Kasih.

Be Human for Humanity.
For Peace, Love and Humanity. Let's join us!

#Langit_Tjerah #Humanity #Peace #Love #WarIsOver
Read more ...

After The Rain

Setelah Hujan...

Mungkin kita sering mengatakan bahwa, "Nanti setelah hujan aja deh, kalau hujannya udah berhenti baru kita berangkat lagi.", sering kali kita mengatakan seperti itu. Tahukah bahwa perkataan seperti itu adalah wujud optimisme kita dalam menyikapi permasalahan bahkan permasalahan yang kecil sekalipun. Kita masih punya keyakinan yang kuat bahwa hujan pasti akan berhenti.


Sama halnya dengan penderitaan kita, penderitaan yang kita alami tak akan selamanya turun menghujani kita seperti hujan. Dalam arti lain, penderitaan kita pasti akan ada akhirnya.

Mungkin dari kita akan menyangkal, "Bagaimana dengan mereka yang sakit dan tak kunjung sembuh lalu meninggal? apakah hujan itu tidak berhenti? atau kematian itu adalah akhir dari  hujan?". Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah bahwa Bagi Tuhan semua adalah mudah. Meredakan hujan badai bertahun-tahun sekalipun hanya dengan satu kata yang keluar sudah pasti akan berhenti. Tetapi, Tuhan menginginkan tentang bagaimana sikap kita. Ketika hujan tak kunjung berhenti apakah kita hanya akan menunggu hujan sampai mati kedinginan?, atau kita mau melangkah dan mulai menyalakan api walaupun pada akhirnya api tersebut akan padam juga. Setidaknya orang-orang disekitar kita akan merasakan hangatnya api tersebut di dekat kita.


Jadikan proses sebagai solusi, sebab dengan proseslah kita dapat berguna menjadi manusia dan kita dapat meningkatkan daya hidup. Tidak ada orang yang terlahir tanpa keistimewaan, yang ada hanya ketidakmauan dalam berproses.

Hujan pasti berhenti!
Penderitaan pun akan sama seperti hujan. Berdoalah, berikan yang terbaik untuk orang lain maka kau akan melihat pelangi sejati setelah hujan itu reda.
After The Rain, The Sky Will be Bright Again!
Trust in God!



Sumber gambar :
http://victoragina.com/wp-content/uploads/2016/06/action.jpeg

Written By : Pieter Tupanwael - Langit Tjerah
Editor : Vrandes
Read more ...
Designed By Langit Tjerah